Trans Jakarta & Trafi - Update

Sudah sebulan lebih naik Trans Jakarta, yeay!!! Akhirnya setelah Ramadhan pun masih lanjut naik Trans Jakarta. Kenapaaa?


Jadi, ternyata rata-rata durasi perjalanan menggunakan Trans Jakarta hampir sama dengan mengendarai motor sendiri, kurang lebih 45 menit. Sempat beberapa kali lebih lama sih, paling parah 2 jam di hari ke-5 Ramadhan, kemarin sempat 1,5 jam karena macet, dan ada beberapa kali 1 jam perjalanan. Tapi karena yang seperti itu jarang, masih senang saja pulang pergi kerja naik Trans Jakarta. Selain itu sudah tau juga triknya supaya tetap nyaman.

Triknya, pakai Trafi untuk tau ada bus TJ (MetroTrans) dalam waktu dekat atau tidak. Kalau dikira masih jauh tapi sampai ke kantor masih bisa tepat waktu, ditunggu saja supaya dapat tempat duduk karena TJ ini selaluuuuu sepi, dan belum pernah tidak dapat tempat duduk naik ini. Kalau masih jauh dan dirasa akan telat sampai kantor, lihat dulu TSW (MiniTrans) yang terdekat apakah ada tempat duduk atau tidak. Kalau tidak ada (seringnya penuh sesak sih), beralih ke Kopaja. Sudah 2 kali naik Kopaja. Dan setelah diperhatikan, kopaja seringnya sepi jadi dapat tempat duduk lumayan mudah. Hanya gerah dan sedikit "ngetem" di beberapa titik. Tapi overall tidak terlalu mengganggu, berhubung takut telat dan hanya ini pilihan yang ada yang sama ekonomisnya hehehehe

(Update: 17/07/2019 Ternyata ada jenis PPD juga. Yang ini ukurannya standar TransJakarta. Anggap ukuran medium lah ya. Kalau PPD ini kadang sepi, kadang penuh. Mending naik ini daripada TSW. Note: Kenapa banyak jenisnya? Tergantung kebutuhan. Kalau TJ itu bus MetroTrans besar dan tidak bisa transit, tidak ada pintu untuk keluar ke halte. Kalau TSW & PPD bus MiniTrans dan Standar TransJakarta, bisa transit. Kebetulan gue ga transit, jadi ga ngaruh banget naik yang apa juga. Cuma persoalan mencari tempat duduk saja.)

Trik lagi, pulangnya lewat jalur lain. Baru tahu di pertengahan Ramadhan. Biarpun transit 1 kali, tapi durasi perjalanan sering kali lebih cepat dari jalur berangkat. Kenapa pulang tidak lewat jalur yang sama dengan berangkat? Karena jalur berangkat di jam pulang lebih padat dan karena busnya merupakan Feeder, tidak lewat jalur busway sehingga ikut arus jalur biasa. Sudah pasti kena macet. Kenapa berangkat tidak lewat jalur yang sama dengan pulang? Pertama, karena tidak mau ambil pusing transit. Kedua, kalau lewat jalur itu, busnya selalu penuh (sudah pengalaman 3 bulan sewaktu magang tahun 2015) jadi sudah pasti tidak dapat tempat duduk. Dan ketiga, fyi, jalurnya jalur "neraka" yang pasti macet parah di beberapa titik yang jalur busway-nya terputus karena ganti jalur dan pintu toll. Terus, baru tau setelah Ramadhan, ternyata bus tujuan pulang di halte transit sering ada yang kosong. Jadi, kalau sabar menunggu, bisa dapat tempat duduk. Walaupun macet, tetap tenang dan pegal free :D

Selain itu, halte-kantor jaraknya 10-15 menit, lumayan olahraga. Halte-rumah diantar-jemput adik, alternatifnya ada angkutan umum. Ah, pokoknya sudah nyaman seperti ini. Bayangin naik motor sendiri lagi dan menghadapi kejamnya traffic Jakarta, jadi seram sendiri. Lelah.


Lebihnya naik Trans Jakarta juga, mood jadi kejaga karena tidak keki sama traffic, kendaraan-kendaraan yang asap knalpotnya hitam legam seperti abu gunung merapi, dan motor-motor yang pakai knalpot racing. Walaupun macet, karena naik Trans Jakarta, tidak perhatikan traffic, lebih baik tidur atau baca atau scrolling social media. Untung pelor, nempel dikit molor :D Bangun juga gampang. Walaupun 1 kali sempat bablas satu halte pas berangkat kerja karena tidur :D

Sebenarnya, tidak tahu sejak kapan, paling tidak bisa membaca di kendaraan. Bahkan walaupun hanya sekedar scrolling social media. Bawaannya pusing dan mual. Ujung-ujungnya tidak enak badan. Jadi lebih pilih tidur. Tapi belakangan dipaksain aja. Separo perjalanan baca, separo perjalanan tidur kalau sudah mulai pusing dan mual. Kalau tidak baca, tidak kenapa-kenapa. Dulu pernah baca sih di majalah Bobo (inget banget karena dulu suka baca di kendaraan dan ga ngalamin masalah itu, bangga), memang membaca di kendaraan untuk beberapa orang bisa menyebabkan pusing dan mual karena mata kita bekerja lebih keras untuk tetap fokus pada bacaan di saat kendaraan bergerak.


Kalau ada yang ragu untuk naik angkutan umum, saran gue coba saja dijalanin dulu. Kuatkan tekad untuk tetap jalanin sambil cari alternatif dan trik-trik supaya tetap nyaman. Barangkali yang terlihat tidak seperti yang dirasa (?).

Baiklah, sekian update sharingnya.

Komentar