Curhatan gue dan Bully

Buat temen-temen gue, terutama yang terlibat dalam kisah yang akan gue bagikan di bawah, yang kebetulan mampir ke blog yang sudah lama terbengkalai ini, kalau ada yang salah dari kisah tersebut, mohon konfirmasi ke gue secara pribadi ya. Ini semua gue buat berdasarkan pandangan gue semata. Gue bukanlah manusia yang sempurna dan tempatnya salah. Sekalian konfirmasi juga apakah pandangan gue bener atau engga. Kalau kalian ga baca, mungkin akan tiba saatnya kita bertemu dan ngobrol soal ini, meluruskan kesalahpahaman jika memang masih ada (walaupun gue masih insecure dan agak takut dengan kenyataannya dan apakah gue akan feeling so offensive). Intinya, gue mau curhat.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Seminggu belakangan ini gue lagi ngikutin sebuah webtoon tentang Bully. Dan semalem denger curhatan bocah tentang hal serupa. Jadi, banyak berpikir.
Saat ini timbul sebuah pemikiran, “Gue kayanya hampir ga pernah melihat dari sudut pandang mereka (si pelaku bully).” Lebih tepatnya gue “menolak” melihat dari sudut pandang mereka. Kenapa? Karena gue adalah salah satu korban tindakan penindasan atau sekarang lebih akrab disebut bullying.
Gue sebagai korban: “Gue ga berhak diperlakukan macam itu. Ditindas pada umur kurang lebih 8 tahun dengan dikucilkan dan kalian menaruh lumpur di atas meja gue bahkan campuran tanah dan kotoran di kepala gue dan seorang teman yang mau berteman dengan gue. Gue salah apa? Gue ga ganggu kalian, tapi kenapa kalian ganggu gue? Ada saatnya gue ngelawan, gue bukan orang yang boleh ditindas. Tapi ternyata kalian semakin marah dan semakin menindas gue. Iya, bukan secara fisik, tapi secara mental dengan mengucilkan gue. Sakit fisik bisa disembuhkan oleh obat, tapi sakit hati dan ingatan, maaf pun ga akan bisa menghapusnya.”

Gue sebagai mantan korban: “Apa mungkin dulu gue pernah salah ya sama mereka? Tapi kesalahan sebesar apa yang membuat gue berhak ditindas selama kurang lebih 4 tahun, dari kelas 4 SD sampai kelas 1 SMP? Gue ga pernah jahat sama temen sekelas gue. Gue ga pernah nyakitin orang lain baik secara fisik maupun verbal. Ini yang sulit gue akui, gue pernah jadi ketua kelas yang nyebelin di kelas 3. Tipe ketua kelas yang jadi tukang catet anak-anak yang berisik, yang suka jalan-jalan di kelas, yang suka keluar kelas. Terus catetannya dikasih ke wali kelas. Apa karena itu, gue ditindas, karena jadi seperti tukang ngadu? Mungkin. Atau karena gue ga bergaul dengan teman sekelas gue dan lebih deket sama guru, jadi mereka menganggap gue caper sama guru? Caper + tukang ngadu, gitu? Mungkin. Tapi setelah itu gue ga dipilih jadi ketua kelas lagi dan untuk urusan caper, gue sama sekali ga caper sama guru, tapi gue memang lebih nyaman ngobrol dan ngabisin waktu sama guru-guru gue. Sama seperti kalian lebih nyaman ngobrol dan ngabisin waktu sama teman-teman sebaya kalian. Masalah gue selalu ranking 1 di kelas, ga ada hubungannya dengan gue deket sama guru. Gue belajar terus cuy di rumah, ikut les juga.
Intinya, gue minta maaf kalo memang saat dimana gue jadi seperti tukang ngadu dan menurut kalian kedekatan gue dengan guru-guru kalian anggap caper dan membuat kalian jadi ga suka sama gue. Tapi guys, cara kalian salah banget dengan mengucilkan gue sampai 3 tahun, dan lanjut ke SMP kalian masih jahat sama gue. Ada saat dimana gue melawan kalian karena gue udah terlalu sakit kalian jahatin terus. Gue mengaku gue ngatain kalian “set*n” waktu kelas 6 dulu karena kalian terus jahatin gue. Selain itu gue ga pernah jahatin kalian secara verbal apalagi fisik. Di SMP, fyi guys, kita jadi korban adu domba dari kesalahpahaman salah seorang teman. 
Tapi sekarang sudah 10 tahun sejak hal itu dan kita bahkan bisa berteman baik, gue bisa simpulkan bahwa semua itu terjadi karena banyak kesalahpahaman dan tidak saling mengenalnya kita satu sama lain. Gue introvert yang kuper dan ga supel, kalian adalah ekstrovert yang gaul abis.
Gue bersyukur akhirnya semua selesai dan kita bisa berteman. Saling memaafkan walaupun tidak melupakan. Cukuplah yang gue alami dan kalian lakukan menjadi pengalaman hidup yang mendewasakan kita, merubah kita menjadi pribadi yang lebih baik.

Note: Seinget gue hal ini selesai begitu aja saat kita mulai naik ke kelas 2 SMP. Entah karena apa. Gue pun ga tau. Tapi gue menjadi lebih banyak bersyukur mulai hari itu. Dan ini adalah curhatan tentang bully yang menimpa gue paling jujur yang pernah gue tulis. Karena biasanya gue menolak mengakui bahwa gue yang salah. Padahal sama-sama salah, ya kan?
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dear kalian yang sedang dibully atau membully atau menjadi saksi aksi pembullyan, aksi bully itu sebenarnya bukan hanya menyakiti si korban, tapi secara tidak langsung mempengaruhi masa dengan si pelaku dan saksi.
Dear korban bully, kalian ga berhak dibully dengan alasan apapun. Kalian adalah manusia yang mempunyai hak untuk bebas dari kekerasan fisik dan verbal. Kalian harus berani melawan atau setidaknya menunjukkan bahwa kalian mampu menjadi sukse, menggapai impian kalian walaupun kalian dibully.
Dear pelaku bully, kalian ga berhak membully seseorang atau sekelompok orang baik secara fisik maupun verbal. Yang perlu kalian lakukan adalah berkomunikasi dengan orang yang kalian tidak suka dan berkompromi dengan mereka untuk mengatasi hal itu. Apakah dengan menjauh ataukah dengan orang tersebut memperbaiki dirinya. Lebih buruk lagi jika aksi kalian tidak didasari oleh alasan apa pun. Mungkin kalian perlu mengunjungi psikiater. Kalian bukan gila, tapi ada sesuatu yang pelu diceritakan dari kusutnya pikiran kalian atau ada yang perlu diperbaiki dari diri kalian.
Dear saksi bully, ketika kalian tertawa atau bahkan tidak melakukan apa pun saat melihat aksi bully, kalian sama buruknya dengan pelaku bully. Kalian akan terbiasa menjadi penonton dan bukannya melindungi orang lain yang hak tidak disakitinya telah dilanggar. Kalian yang sudah tahu mana yang benar dan mana yang salah, harus berdiri demi kebenaran. Bukan sok jadi pahlawan, tapi memang itu yang seharusnya kalian lakukan. Dengan kalian tidak bertindak apa-apa, kalian sudah dengan secara tidak langsung membenarkan aksi bully.
Bully akan selalu ada dalam kehidupan sosial kita. Tugas kita adalah dengan tidak membenarkan tindakan ini dengan melindungi korban, mencari akar permasalahan tindakan pelaku, dan menjadi saksi yang melerai. Kurangi menyerang orang secara verbal terutama di sosial media. Perbaiki akidah sehingga menyakiti orang lain akan terasa berat dan sadar itu adalah hal yang salah.
Bingung banget bikin penutupnya dengan cara yang bijak dan bermanfaat. Jadi, sekian.

Komentar